Skip to main content

Fungsi Pengawasan OJK terhadap Perbankan



Fungsi Pengawasan OJK terhadap Perbankan
BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang untuk selanjutnya disebut dengan UU OJK, memperlihatkan bahwa Indonesia akan bergeser dalam menerapkan model pengawasan terhadap industri keuangannya. Pasal 5 UU OJK menjelaskan bahwa OJK memiliki fungsi untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan, maka seluruh fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap sektor keuangan yang kini masih tersebar di Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) akan menyatu kedalam OJK. Tugas Bapepam-LK hanya sebagai  pembuat regulasi, sedangkan tugas pengawasan terhadap Lembaga Keuangan diambil alih OJK. Pembentukan undang-undang tentang OJK bertujuan agar seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011, terhitung sejak 31 Desember 2013, pengaturan dan pengawasan bank dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan demikian Bank Indonesia (BI) akan fokus pada pengendalian inflasi dan stabilitas moneter.
Selain itu keberadaan OJK diharapkan mampu melindungi masyarakat  jika terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh jasa keuangan seperti diantaranya asuransi dan pasar modal. Anggaran OJK bersumber dari APBN serta pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan sektor jasa keuangan. OJK lebih memprioritaskan menangani bank-bank yang mengalami kesulitan modal bahkan berpotensi menjadi bank yang berdampak sistemik.
Pemisahan wewenang OJK dan BI  dibutuhkan sangat dibutuhkan karena perbankan di Indonesia terus berkembang. Di sisi lain, perekonomian Indonesia sedang menghadapi berbagai rintangan akibat dampak dari gejolak ekonomi global. Dalam situasi tersebut, dibutuhkan lembaga independen seperti OJK yang dapat bekerjasama dengan BI dan pihak terkait lainnya, untuk bersama-sama menjaga bahkan meningkatkan perekonomian Indonesia.
Pembentukan OJK mendapat kritik dari berbagai kalangan. Sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa mempersoalkan fungsi pengawasan dan pengaturan perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal itu dikarenakan fungsi pengawasan dan pengaturan perbankan di OJK tak diatur dalam konstitusi. Permintaan tersebut ditandai dengan adanya pengajuan permohonan uji materi UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK ke Mahkamah Konstitusi.
Pasal yang diuji merupakan 'jantung' dari keberadaan OJK. Menurut Salamuddin Daeng, anggota Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa, mengatakan kata 'independen' dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UU OJK bertentangan dengan ketentuan Pasal 23D dan Pasal 33 UUD 1945. Menurutnya, kata 'independen' dalam konstitusi hanya dimungkinkan dengan melalui bank sentral, bukan OJK. Atas dasar itu, kata 'independen' dalam Pasal 1 angka 1 UU OJK dicangkok secara utuh dari Pasal 34 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (BI).

B.       RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1)   Apa tugas dan wewenang dari OJK?
2)   Bagaimana pengaturan dan pengawasan bank oleh OJK
3)   Bagaimana regulasi pembentuk OJK

C.      TUJUAN
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1)   Gambaran tentang tugas, wewenang, dan fungsi dari OJK bisa diketahui umum
2)   Mengetahui regulasi sebagai landasan pembentuk OJK
BAB II
PEMBAHASAN
FUNGSI PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP PERBANKAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011

1.        Pengertian, tugas, fungsi, dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini (Pasal 1 Undang-undang Nomor 21 tahun 2011). [1]
Lembaga ini terdiri dari Dewan Komisioner yang merupakan pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial. Ada juga Kepala Eksekutif, adalah anggota Dewan Komisioner yang bertugas memimpin pelaksanaan pengawasan kegiatan jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Komisioner.
Setiap lembaga yang dibentuk tentunya mempunyai tujuan tersendiri, begitu pula OJK. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan[2]:
1.    Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
2.    Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan
3.    Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
OJK mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB) serta berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan.
Tata Kelola
a.     Governance Principles

Description: http://www.ojk.go.id/id/tentang-ojk/PublishingImages/tata-kelola_2.png;ojkbc0067aab466df48

b.    Governance Structure
Struktur tata kelola terdiri dari :
1.    Organ utama tata kelola adalah Dewan Komisioner; yang bersifat kolektif kolegial
2.      Organ pendukung tata kelola adalah Sekretariat, Dewan Audit, Komite Etik dan komite lainnya;
3.      Infrastruktur tata kelola terdiri dari pedoman (code), piagam (charter), peraturan, prosedur (SOP) dan sistem informasi sebagai acuan di dalam menjalankan fungsi dan tugas, serta menerbitkan laporan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan.
c.    Governance Process
Pelaksananaan governance OJK didukung oleh fungsi asurans yang profesional dan obyektif dengan menggunakan  model the three lines of defense (tiga lapis pertahanan)  dan strategi combined assurance yang memberikan metode praktis untuk memastikan governance process di OJK berjalan secara efektif.
1.    The first line of defense (pertahanan lapis pertama) dilaksanakan oleh Satuan Kerja yang melakukan aktivitas operasional sehari-hari, terutama yang merupakan garis depan atau ujung tombak OJK;
2.    The second line of defense (pertahanan lapis kedua) dilaksanakan oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko dan Pengendalian Kualitas yang bertanggung jawab untuk mengembangkan dan memantau implementasi manajemen risiko OJK secara keseluruhan sebagai bagian dari governance process; dan
3.    The third line of defense (pertahanan lapis ketiga) dilaksanakan oleh Satuan Kerja Audit Internal beserta auditor eksternal yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pertahanan lapis pertama dan lapis kedua berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Selain itu, OJK juga mengembangkan 3 (tiga ) inisiatif dalam rangka implementasi dan penguatan governance process, yaitu:
·      Program Pengendalian Gratifikasi
1.    Gratifikasi sebagai pintu masuk korupsi perlu dikendalikan.
2.    Program pengendalian gratifikasi adalah program nasional  yang dikoordinasikan KPK.
3.    Memastikan penerapan code of conduct yang mengatur do's and dont's perilaku seluruh jajaran OJK
·      Revitalisasi Whistle Blowing System (WBS)
1.    Peningkatan efektifitas  pengelolaan pengaduan dan  tindak lanjutnya.
2.    Optimalisasi penggunaan WBS OJK oleh  stakeholder.
·      Fungsi Anti Fraud OJK
1.    Unit struktural untuk  penyusunan strategi, edukasi, pencegahan, deteksi, dan penindakan fraud,
2.    Koordinasi pengendalian gratifikasi, monitoring LHKPN, data analytic, dan penuntasan tindaklanjut WBS
d.   Governance Outcome
Dengan prinisip, struktur dan proses governance yang dilaksanakan, OJK menetapkan Governance Roadmap sbb:
Description: http://www.ojk.go.id/id/tentang-ojk/PublishingImages/tata-kelola_4.png;ojkf46508e6e5c34e22

2.        Dampak Positif dan Negatif Pengawasan Bank oleh OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjalankan fungsi pengawasan perbankan mulai 1 Januari 2014. Dengan melakukan fungsi pengawasan perbankan maka OJK melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan secara terintegrasi sektor keuangan mulai dari perbankan, asuransi, pasar modal, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, dan lembaga keuangan lainnya. Tugas pengawasan yang dilakukan oleh OJK  terhadap fungsi perbankan maka Indonesia mengadopsi sistem regulasi moneter dan mikro prudensial.[3]
OJK memang harus siap untuk menjalankan fungsi pengawasan perbankan sesuai amanat UU. Malah kehadiran OJK membuat pengawasan sistem keuangan menjadi satu pintu sehingga diharapkan penyimpangan tidak berdampak ke lembaga keuangan lainnya. OJK menjalankan fungsi pengawasan dan pengaturan secara terintegrasi itu memiliki dampak positif dan negatif.  Menurut Ekonom PT Samuel Sekuritas menuturkan, pengawasan yang dilakukan lembaga ini begitu sangat besar sehingga diharapkan dapat mendeteksi kecurangan dan penyimpangan di institusi keuangan dengan cepat. Ia mencontohkan, bila ada perusahaan asuransi terafiliasi dengan bank, dan ketika perusahaan asuransi itu mengalami masalah maka OJK dapat mengawasi perusahaan asuransi dan bank tersebut agar dampak penyimpangan tidak sampai ke bank. (Sumber: Liputan6.com, Senin (30/12/2013)).
Meski demikian, kehadiran OJK juga memiliki sisi negatif. OJK yang termasuk badan pengawasan besar dapat membuat birokrasi menjadi tidak efisien sehingga dikhawatirkan terjadi birokrasi terlalu lebar sehingga tidak dapat cepat mendeteksi.
Selama ini fungsi pengawasan perbankan dijalankan oleh Bank Indonesia (BI) sehingga ada persepsi mengenai terpusatnya kekuasaan dan regulasi di BI serta konflik kepentingan. Oleh karena itu, kehadiran OJK dapat memudahkan koordinasi dan pengawasan menjadi lebih efisien.[4]
    
3.        Regulasi Pembentuk dan Pro-Kontra Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Secara konstitusional, undang-undang Nomor 21 tahun 2011 merupakan dasar pembentukan lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
OJK mutlak dibentuk guna mengantisipasi kompleksitas sistem keuangan global dari ancaman krisis. Pembentukan OJK dilandasi motivasi yang baik yaitu untuk meningkatkan kualitas pengawasan perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan non bank oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan(Bapepam-LK) dan lembaga keuangan bank yang selama ini pengawasannya berada dibawah naungan Bank Indonesia.

UU OJK dinilai penting karena dua alasan utama yaitu:
1.      Nilai aset dan transaksi jasa keuangan Indonesia yang semakin besar dan Semakin canggih dan beragamnya produk-produk keuangan dan investasi di Indonesia.
2.      Selain itu mencegah merebaknya frauding di indusri keuangan yang semakin sulit dideteksi.

Mulai 31 Desember 2013, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mengawasi kinerja seluruh bank yang ada di Indonesia, mengambil alih tugas perbankan yang selama ini dilakukan Bank Indonesia. Mulai saat itu, fungsi yang diterima OJK menerima tanggapan positif dan juga negatif (Pro-Kontra). Pasal 1 angka 1 UU OJK menyebutkan bahwa OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UU ini. Kata 'independen' dalam Pasal 1 angka 1 UU OJK tersebut tidak ada cantolannya dalam konsideran UU OJK, yang mendasarkan pijakannya pada Pasal 33 UUD 1945.
Konsep dasar lahirnya lembaga OJK dipengaruhi oleh teori walfare state, dimana untuk mensejahterakan rakyat, negara turut campur dalam mengurusi masalah ekonomi masyaraktanya. Konsep walfare state tersebut disandingkan dengan ideologi Pancasila dan UUD 1945 khususnya di Pasal 33. Sekalipun dalam UUD 1945 belum diatur dengan tegas ttg eksistensi OJK namun bukan berarti OJK bertentangan dengan konstitusi, sebab dilihat dari sifat objektif norma dalam Pasal 33 UUD 1945 maka kehadiran OJK sangat dimungkinkan, lagi pula kondisi tata kelola lembaga yang bergerak di bidang bisnis semakin mengkhawatirkan, oleh sebab itulah OJK hadir sebagai salah satu upaya mewujudkan walfare state.
Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Sedangkan Pasal 33 ayat (4) berbunyi perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan dan kesatuan ekonomi nasional
kata 'independen' dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UU OJK bertentangan dengan ketentuan Pasal 23D dan Pasal 33 UUD 1945. Kata 'independen' dalam konstitusi hanya dimungkinkan dengan melalui bank sentral, bukan OJK. Atas dasar itu, kata 'independen' dalam Pasal 1 angka 1 UU OJK dicangkok secara utuh dari Pasal 34 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (BI). Dengan begitu, OJK tidak mungkin independen dan bebas dari campur tangan pihak lain.
Pengawasan dan pengaturan bank oleh OJK dibentuk dari amanat Pasal 34 ayat (1) UU BI. Untuk itu, pengawasan dan pengaturan OJK di sektor jasa keuangan hanya berlaku bagi perbankan, tidak untuk sektor pasar modal ataupun IKNB. Meski pengaturan dan pengawasan perbankan berada di OJK, namun, Pasal 23D UUD 1945 hanya mengakui pengawasan dan pengaturan bank oleh bank sentral. Atas dasar itu, pengawasan dan pengaturan perbankan di OJK dinilai inkonstitusional.
Menurut Ahmad Suryono, anggota Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa, mengatakan bahwa keberadaan OJK sangat bertentangan dengan konstitusi. Alasannya karena keberadaan OJK mendorong terbentuknya pasar bebas yang berpihak pada orang kaya dan pemilik modal, bukan kepada rakyat dan ekonomi kerakyatan. “Tidak ada satu pasal pun, apalagi jiwa dan semangat konstitusi yang hidup dan mewarnai UU OJK,” katanya. (sumber: www.hukumonline.com).
Selain itu pasal 5 UU OJK yang menyebutkan bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat berdampak pada penumpukan kewenangan. Sedangkan Pasal 37 UU OJK terkait pungutan OJK, dapat berdampak pada berkurangnya kemandirian OJK. Pungutan ini memicu tanda tanya lantaran akan ditempatkan di pos apa dalam nomenklatur APBN.[5]



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari makalah yang dibuat oleh penulis ini, maka dapat disimpulkan bahwa sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuanganm kemudian disebut UU OJK telah terjadi pengambilalihan fungsi pengaturan dan pengawasan oleh OJK dari Bank Indonesia (BI) terhadap perbankan. BI sebagai bank sentral mempunyai fungsi yaitu fokus pada pengendalian inflasi dan stabilitas moneter. Pengambilalihan ini diharapkan mampu melindungi masyarakat  jika terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh jasa keuangan seperti diantaranya asuransi dan pasar modal. Anggaran OJK bersumber dari APBN serta pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan sektor jasa keuangan. OJK lebih memprioritaskan menangani bank-bank yang mengalami kesulitan modal bahkan berpotensi menjadi bank yang berdampak sistemik.

Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah:
1.      Regulasi pembentukan dan pelaksanan dari setiap lembaga keuangan harus lebih diperhatikan sehingga tidak terjadi tumpang tindih wewenang.
2.      Independensi dari OJK (sesuai dengan UU Nomor 21 tahun 2011) harus tetap menjadi prioritas utama dalam menjalankan visi dan misi dalam mencapai tujuan.
3.      Setiap kritik atau saran baik itu dari kalangan akademisi, politisi, atau bahkan masyarakat umum merupakan cermin keberhasilan suatu lembaga sehingga monotoring dan evaluasi bisa menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan kinerja dan keberhasilan program serta lembaga yang dibentuk.



DAFTAR PUSTAKA

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Ditinjau Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, dan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia serta Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK),, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 20013.

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. CitraAditya Bakti, Bandung, 2000.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Sumber lain

http://www.ojk.go.id/id/Default.aspx. Diunduh pada Senin, 4 Januari 2016 pukul 20.12 WIB.
http://bisnis.liputan6.com/read/787799/plus-minus-pengawasan-bank-oleh-ojk. Diunduh pada Senin, $ Januari 2016 pukul 21.00 WIB.
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/transparency/article/view/3776. Diunduh pada Senin, 4 Januari 2016 pukul 21.03 WIB.





[1] Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 ps. 1

[2] http://www.ojk.go.id
[3] http://www.voaindonesia.com/content/ojk-resmi-ambil-alih-tugas-pengawasan-perbankan-dari-bi/1820703.html
[4] http://bisnis.liputan6.com/read/787799/plus-minus-pengawasan-bank-oleh-ojk
[5] http://jurnal.usu.ac.id

Comments

Popular posts from this blog

Ilmu Negara

BAB I PENDAHULUAN­­­­ A.                 PERISTILAHAN DAN BATASAN 1.     Ilmu Kenegaraan Pengertian istilah staatwetwnschap bukanlah ilmu kenegaraan dari sudut hukum saja, tetapi juga dari sudut ekonomi yang dahulunya disebut staatshuishouding atau ekonomi, sebagai akibat dari pengaruh aliran Merkantilisme. Merkantilisme adalah politik ekonomi di Eropa Barat yang mempersamakan uang dengan kekayaan, berusaha untuk memperoleh emas, bahan mata uang dengan meningkatkan hasil produksi pabrik dan ekspor, pembeaan impor dan perasaan kolonial oleh negara terhadap jajahannya.

Ilmu Kealaman Dasar - Banjir

BAB I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Banjir merupakan sebuah fenomena alam yang sering terjadi hampir setiap tahun. Hal itu dikarenakan semakin tuanya umur bumi ini, maka akan semakin banyak bencana yang akan di alami oleh makhluk yang menghuninya khususnya manusia. Salah satunya adalah banjir yang sampai saat ini banyak menimpa daerah-daerah di semua penjuru dunia khususnya Indonesia. Peristiwa itu telah banyak menyebabkan kerugian tidak hanya kerugian materil seperti hancurnya rumah dan harta benda lainnya tetapi juga telah banyak memakan korban.Banjir juga telah memberikan efek untuk jangka panjang terutama pada anak-anak akan menyebabkan trauma yang akan menyebabkan anak tersebut sulit untuk mengembangkan dirinya

Letak georafi Kalimantan Barat dilihat dari geopolitik, apakah membahayakan atau menguntungkan?

Letak georafi Kalimantan Barat dilihat dari geopolitik, apakah membahayakan atau menguntungkan? Jawaban: Propinsi Kalimantan Barat merupakan daratan berdataran rendah dengan luas sekitar 146.807 km2 atau 7,53 persen dari luas Indonesia atau 1,13 kali luas pulau Jawa. Wilayah ini membentang lurus dari Utara ke Selatan sepanjang lebih dari 600 km dan sekitar 850 km dari Barat ke Timur. Kalimantan Barat   terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara garis 2o08 LU serta 3005 LS serta di antara 108o0 BT dan 114o10 BT pada peta bumi. Kalimantan Barat termasuk salah satu propinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara asing, yaitu dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia Timur. Bahkan dengan posisi ini, maka daerah Kalimantan Barat kini merupakan satu-satunya propinsi di Indonesia yang secara resmi telah mempunyai akses jalan darat untuk masuk dan keluar dari negara asing. Hal ini dapat terjadi karena antara Kalbar dan Sarawak telah terbuka jalan darat antar