Pasal-Pasal Yang Bermasalah :
1.
Kerja Sama
Internasional Pendidikan Tinggi
Pasal 50
(1) Kerja sama internasional pendidikan tinggi
merupakan proses interaksi dalam pengintegrasian dimensi internasional ke dalam
kegiatan akademik untuk berperan dalam pergaulan internasional tanpa kehilangan
nilai-nilai keindonesiaan.
(2) Kerja sama internasional harus didasarkan pada
prinsip kesetaraan dan saling menghormati dengan mempromosikan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan nilai kemanusiaan yang memberi manfaat bagi
kehidupan manusia.
(3) Kerja sama internasional mencakup bidang
Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada masyarakat.
(4) Kerja sama internasional dalam pengembangan
pendidikan tinggi dapat dilakukan, antara lain, melalui:
a. hubungan antara lembaga pendidikan tinggi di
Indonesia dan lembaga pendidikan tinggi negara lain dalam kegiatan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu;
b. pengembangan pusat kajian Indonesia dan budaya
lokal pada Perguruan Tinggi di dalam dan di luar negeri; dan
c. pembentukan komunitas ilmiah yang mandiri.
(5) Kebijakan nasional mengenai kerja sama
internasional pendidikan tinggi ditetapkan dalam Peraturan Menteri.
1. Pengelolaan
Perguruan Tinggi
Pasal 62
(1) Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola
sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan Tridharma.
(2) Otonomi pengelolaan perguruan tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan dasar dan tujuan serta
kemampuan perguruan tinggi.
(3) Dasar dan tujuan serta kemampuan perguruan tinggi
untuk melaksanakan otonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dievaluasi secara
mandiri oleh perguruan tinggi.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang evaluasi dasar dan
tujuan serta kemampuan perguruan tinggi untuk melaksanakan otonomi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 63
Otonomi pengelolaan perguruan tinggi dilaksanakan
berdasarkan prinsip:
a. akuntabilitas;
b. transparansi;
c. nirlaba;
d. penjaminan mutu; dan
e. efektivitas dan efisiensi.
Pasal 64
(1) Otonomi pengelolaan perguruan tinggi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 meliputi bidang akademik dan bidang nonakademik.
(2) Otonomi pengelolaan di bidang akademik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi penetapan norma dan kebijakan operasional serta
pelaksanaan Tridharma.
(3) Otonomi pengelolaan di bidang nonakademik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penetapan norma dan kebijakan
operasional serta pelaksanaan:
a. organisasi;
b. keuangan;
c. kemahasiswaan;
d. ketenagaan; dan
f. sarana prasarana.
Pasal 65
(1) Penyelenggaraan otonomi perguruan tinggi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dapat diberikan secara selektif berdasarkan
evaluasi kinerja oleh Menteri kepada PTN dengan menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum atau dengan membentuk PTN badan hukum untuk
menghasilkan pendidikan tinggi bermutu.
(2) PTN yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tata kelola dan
kewenangan pengelolaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) PTN badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memiliki:
a. kekayaan awal berupa kekayaan negara yang
dipisahkan kecuali tanah;
b. tata kelola dan pengambilan keputusan secara
mandiri;
c. unit yang melaksanakan fungsi akuntabilitas dan
transparansi;
d. hak mengelola dana secara mandiri, transparan, dan
akuntabel;
e. wewenang mengangkat dan memberhentikan sendiri
dosen dan tenaga kependidikan;
f. wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan
dana abadi; dan
g. wewenang untuk membuka, menyelenggarakan, dan
menutup Program Studi.
(4) Pemerintah memberikan penugasan kepada PTN badan hukum
untuk menyelenggarakan fungsi pendidikan tinggi yang terjangkau oleh
Masyarakat.
(5) Ketentuan mengenai penyelenggaraan otonomi PTN
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
C. Pasal 74
(1) PTN wajib mencari dan menjaring calon Mahasiswa
yang memiliki potensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi dan
calon Mahasiswa dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal untuk diterima
paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh Mahasiswa baru yang diterima
dan tersebar pada semua Program Studi.
1. Pemenuhan
Hak Mahasiswa
Pasal 76
(1) Pemerintah, Pemerintah daerah, dan/atau perguruan
tinggi berkewajiban memenuhi hak Mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi
untuk dapat menyelesaikan studinya sesuai dengan peraturan akademik.
(2) Pemenuhan hak Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan cara memberikan:
a. beasiswa kepada Mahasiswa berprestasi;
b. bantuan atau membebaskan biaya Pendidikan; dan/atau
c. pinjaman dana tanpa bunga yang wajib dilunasi
setelah lulus dan/atau memperoleh pekerjaan.
(3) Perguruan Tinggi atau penyelenggara perguruan
tinggi menerima pembayaran yang ikut ditanggung oleh Mahasiswa untuk membiayai
studinya sesuai dengan kemampuan mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak
yang membiayainya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemenuhan hak
Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur
dalam Peraturan Menteri.
1. PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN TINGGI OLEH LEMBAGA NEGARA LAIN
Pasal 90
(1) Perguruan Tinggi lembaga negara lain dapat
menyelenggarakan Pendidikan Tinggi di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Perguruan Tinggi lembaga negara lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sudah terakreditasi dan/atau diakui di negaranya.
(3) Pemerintah menetapkan daerah, jenis, dan Program
Studi yang dapat diselenggarakan Perguruan Tinggi lembaga negara lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Perguruan Tinggi lembaga negara lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. memperoleh izin Pemerintah;
b. berprinsip nirlaba;
c. bekerja sama dengan Perguruan Tinggi Indonesia atas
izin Pemerintah; dan
d. mengutamakan dosen dan tenaga kependidikan warga
negara Indonesia.
(5) Perguruan Tinggi lembaga negara lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib mendukung kepentingan nasional.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perguruan Tinggi
lembaga negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5)
diatur dalam Peraturan Menteri.
1. Pasal
89
Sebelum
(3) Pemerintah mengalokasikan dana bantuan operasional
PTN paling sedikit 2,5% (dua koma lima persen) dari anggaran fungsi pendidikan.
Sesudah
(1) Dana Pendidikan Tinggi yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) dan ayat (2) dialokasikan
untuk:
a. PTN sebagai biaya operasional, dosen dan tenaga
kependidikan, serta investasi dan pengembangan;
b. PTS sebagai bantuan tunjangan profesi dosen,
tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan; dan
c. Mahasiswa sebagai dukungan biaya untuk mengikuti
Pendidikan Tinggi.
(2) Dana Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a untuk PTN badan hukum diberikan dalam bentuk subsidi dan/atau
bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Bentuk dan mekanisme pendanaan pada PTN badan
hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Dana Pendidikan Tinggi yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan bantuan dana yang disediakan oleh Pemerintah daerah untuk
penyelenggaraan Pendidikan Tinggi di daerah masing-masing sesuai dengan
kemampuan daerah.
(5) Pemerintah mengalokasikan dana bantuan operasional
PTN dari anggaran fungsi pendidikan.
(6) Pemerintah mengalokasikan paling sedikit 30% dari
dana sebagaimana dimaksud pada ayat (5) untuk dana Penelitian di PTN dan PTS.
(7) Dana Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dikelola oleh Kementerian.
Comments
Post a Comment