Skip to main content

PRESIDEN AKUI KELEMAHAN PELAKSANAAN OTDA


PRESIDEN AKUI KELEMAHAN PELAKSANAAN OTDA

Di depan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui kelemahan pelaksanaan otonomi daerah secara terus terang.  Untuk mencapai bentuk otda yang ideal masih diperlukan jalan yang panjang.  Pengakuan dari kepala pemerintah yang masih akan berkuasa lebih dari empat tahun ini sangat penting.  Kalau ia memegang kendali pemerintah selama sepuluh tahun mendatang maka masalah mencapai bentuk otda yang "ideal" akan mendominasi permasalahan pemerintahnya.  Pada waktu ini jalan keluar yang terbaik juga belum ada.  Presiden mengungkapkan bahwa pemerintah sedang menyusun strategi grand design dan rencana aksi.  Pendekatan yang diterapkan adalah untuk melihat tujuh elemen dasar, yaitu urusan pemerintahan, kelembagaan, personel, keuangan daerah, perwakilan, pelayanan publik, dan pengawasan.


Presiden mengakui bahwa proses desentralisasi dan otonomi daerah yang telah berjalan beberapa tahun itu, pada awalnya diliputi keraguan dan kekhewatiran akan berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa, karena desentralisasi dilakukan  secara progresip, terlalu cepat, bahkan tanpa melalui masa transisi. Penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme dari pusat merabak ke daerah.  Unsur-unsur masyarakat madani (civic society) yang harus menjalankan checks-and-balances pada proses demokrasi politik di daerah belum berkembang secara efektip.  Mental aparat pemerintah belum sepenuhnya berubah, dan lebih cenderung minta dilayani, padahal tugas aparatur negara adalah untuk melayani rakyat dan memenuhi kebutuhannya.  Demikianlah ungkapan Kepala Negara yang sangat menyegarkan.  Tetapi, bagaimana mencari jalan keluarnya?

Melihat grand design dari sudut pangkal tujuh elemen tadi mungkin kurang lengkap karena pendekatan demikian terlalu operasional dan spesifik.  Kita juga harus menguji kembali grand vision kita mengenai wawasan nusantara dan bentuk NKRI.  Banyak negara berkembang lain yang sangat besar, seperti Brasil, India, Cina, dsb-nya, tersusun sebagai federasi.  Tetapi bentuk ini dalam sejarah pembentukan Republik Indonesia mendapat citra yang terkutuk, karena diusulkan oleh Belanda di masa 1945-49. Setelah 60 tahun nation building dalam rangka NKRI maka kelemahan struktur demikian tampak lebih jelas.  Dua provinsi yang kaya SDA tidak merasa keuntungannya lagi menjadi bagian dari NKRI dan gerakan separatismenya kuat.  Sentralisme dalam urusan pemerintahan juga menyebabkan bahwa kekayaan alam dari daerah tersedot ke pusat, dan Jawa mendapat bagian yang jauh lebih besar daripada hasil penerimaannya ketimbang daerah penghasil seperti Riau dan Kalimantan Timur. Riau adalah provinsi yang terkaya akan tetapi tingkat kemiskinan penduduk (asli) besar sekali.

Sekarang tampak solusi untuk perdamaian di Aceh, dan daerah ini akan diberi banyak wewenang baru, sehingga sudah ada kalangan yang menyebutnya penyelesaian ke arah federalisme terselubung.  Sebentar lagi Papua juga akan menuntut yang sama.  Apakah lalu harus disimpulkan bahwa ini bisa menjadi permulaan dari akhirnya NKRI?

Jawabnya, Tidak.  NKRI bisa tetap bertahan akan tetapi bentuk ke dalamnya akan lebih mirip federalisme.  Otonomi daerah bisa disebut federalisme terselubung.  Tetapi, kita bisa menjawab:  "So what"?, apa alternatipnya yang lebih baik?  Kita harus lepaskan pandangan bahwa "kalau tidak 100% NKRI maka itu bukan NKRI".  Kita harus bisa melihat perbandingan di lain-lain negara.  Di Inggris, misalnya Skotlandia punya mata uangnya sendiri, dewan perwakilan rakyat, gereja resmi dan team sepak bola internasional sendiri. Penduduk bagian lain dari Inggris, yakni Wales dan Irlandia Utara memandang dirinya ?bangsa? Wales, Irlandia, dsb-nya, tetapi memegang paspor Inggris Raya.  Kebangsaan dan sovereinitas tidak sama, melainkan saling melengkapi.  Maka kalau orang Aceh dan Papua minta diizinkan mempunyai benderanya sendiri, bahasanya sendiri, dan sebagainya, janganlah langsung memandang hal demikian mau keluar dari NKRI.

Yang sangat berhasil pada proyek NKRI adalah penetapan bahasa Indonesia, yang dasarnya bahasa Melayu, sebagai bahasa untuk seluruh bangsa.  Dalam hal ini maka suku bangsa terbesar, yakni Jawa, telah memberikan konsesi besar sekali untuk tidak menuntut bahasa Jawa menjadi bahasa nasional.  Bahasa Jawa jauh lebih sukar dan bernuansa feodal, artinya non-demokratis.  Sekarang, semua suku bangsa di Indonesia tidak merasa segan untuk berkomunikasi dalam bahasa nasional ini.  Bahwa di Jawa Tengah dan Timur masih banyak sekali orang pakai bahasa lokal, itu biarkan saja.

Dari segi ekonomi maka kriteria kesatuan negara adalah tidak adanya hambatan untuk lalu lintas perdagangan antar-daerah. Dalam praktek syarat ini kadang-kadang menghadapi masalah karena penyelundupan. Barang dari Singapura mudah bisa diselundupkan ke pulau-pulau dekat Sumatra, dan dari situ bebas masuk ke Jawa. Ini kadang-kadang mau dijegat.

Comments

Popular posts from this blog

Ilmu Negara

BAB I PENDAHULUAN­­­­ A.                 PERISTILAHAN DAN BATASAN 1.     Ilmu Kenegaraan Pengertian istilah staatwetwnschap bukanlah ilmu kenegaraan dari sudut hukum saja, tetapi juga dari sudut ekonomi yang dahulunya disebut staatshuishouding atau ekonomi, sebagai akibat dari pengaruh aliran Merkantilisme. Merkantilisme adalah politik ekonomi di Eropa Barat yang mempersamakan uang dengan kekayaan, berusaha untuk memperoleh emas, bahan mata uang dengan meningkatkan hasil produksi pabrik dan ekspor, pembeaan impor dan perasaan kolonial oleh negara terhadap jajahannya.

Ilmu Kealaman Dasar - Banjir

BAB I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Banjir merupakan sebuah fenomena alam yang sering terjadi hampir setiap tahun. Hal itu dikarenakan semakin tuanya umur bumi ini, maka akan semakin banyak bencana yang akan di alami oleh makhluk yang menghuninya khususnya manusia. Salah satunya adalah banjir yang sampai saat ini banyak menimpa daerah-daerah di semua penjuru dunia khususnya Indonesia. Peristiwa itu telah banyak menyebabkan kerugian tidak hanya kerugian materil seperti hancurnya rumah dan harta benda lainnya tetapi juga telah banyak memakan korban.Banjir juga telah memberikan efek untuk jangka panjang terutama pada anak-anak akan menyebabkan trauma yang akan menyebabkan anak tersebut sulit untuk mengembangkan dirinya

PERANAN HUKUM DI DALAM MASYARAKAT

PERANAN HUKUM DI DALAM MASYARAKAT Pendahuluan Maraknya kekerasan serta meningkatnya angka kriminalitas selama ini patut menjadi perhatian kita. Hampir setiap hari ketika kita membaca berita atau menyaksikan berita di televisi bahkan kasus kriminalitas di lingkungan kita sendiri yang memilukan   bahkan menjadi tragis manakala kita membandingkan akar persoalan kriminalitas tersebut.Hanya karena persoalan sepele, berbuntut pada penganiayaan fisik bahkan sampai pada pengilangan nyawa.Jika di masa konflik, kita hanya sering mendengar berita penembakan yang berujung pada kematian, yang dilakukan oleh pihak yang berkonflik, namun sekarang ini justru para pelakunya kebanyakan masyarakat sipil. Meningkatnya angka kriminalitas selama ini menjadi tanda tanya besar bagi kita.Namun menjadi miris manakala banyak sekali pemberitaan tentang tindak kejahatan. Bukankan Islam dan agama lainnya melarang perbuatan-perbuatan seprti perampokan, pencurian, pemerkosaan, dan angka kriminalitas